Pdt. Arnold Bliederyus, STh

Pdt. Arnold Bliederyus, STh

Kamis, 23 September 2010

PENGANTAR KONSELING PASTORAL1



Konseling adalah suatu disiplin ilmu non-medis, yang sasarannya adalah (Oates, 1974:9):
1. Untuk memberi fasilitas dan menimbulkan pertumbuhan serta perkembangan kepribadian;
2. Menolong pribadi-pribadi untuk mengubah pola-pola kehidupan yang menyebabkan mereka mengalami kehidupan yang makin tidak berbahagia,
3. Menyediakan suasana persaudaraan dan kebijaksanaan bagi pribadi-pribadi yang sedang menghadapi kehilangan dan kekecewaan dalam kehidupan yang tidak dapat dihindari
Tugas seorang konselor , seperti terdapat dalam pepatah Perancis, Guerir quelquefois, soulager souvent, consoler toujours, artinya: menyembuhkan kadang-kadang, mengobati seringkali, menghibur selalu. Orang-orang yang datang untuk konseling biasanya adalah orang-orang yang mengalami konflik secara batiniah dan masalah hubungan antar pribadi. Mereka merasa kebutuhan untuk berbicara dengan orang yang kompeten yang secara emosional atau sosial tidak terlibat di dalamnya. Seorang konselor menyediakan diri untuk mendengarkan dan menanggapi dengan pandangan-pandangan yang obyektif dan pribadi/prive (Ibid.) Biasanya konseli ingin berbicara dengan orang yang bisa dipercaya dan sudah terlatih dalam bidangnya.

Di Amerika misalnya, para konselor biasanya telah mengkhususkan diri mereka dalam bidang-bidang keahlian tertentu. Seorang konselor mengkhususkan dirinya untuk bekerja pada masalah keluarga saja, atau masalah seks, alkohol, remaja dan lain-lain. Dengan demikian seorang konseli bisa memilih pergi ke konselor dalam bidang yang dikendaki. Namun, pada dasarnya proses konseling itu ditentukan oleh macam relasi yang terjadi antara konselor dan konseli. Keberhasilannya sebenarnya tidak ditentukan hanya oleh metodologinya saja, tapi juga oleh bentuk relasi yang terjadi antara konselor dan konseli.
Konseling pada dasarnya adalah hubungan, suatu interaksi antara dua orang atau lebih (group-counseling). Seorang konselor yang sudah terlatih memberikan pertolongan dan mencari sarana yang cocok untuk membantu orang lain menanggulangi kehidupan yang kacau; dan seorang konseli yang sedang mencari pertolongan, dengan sasaran bahwa dia akan diberi kesanggupan untuk menjadi bebas dan bertanggung jawab, mampu untuk menghadapi penderitaan dan kesanggupan untuk belajar menangani lebih efektif kenyataan dan keadaan yang dihadapinya.
Batasan yang telah diuraikan secara singkat ini merupakan batasan umum yang dimiliki oleh setiap macam konseling, termasuk konseling pastoral. Memang, mengenai langkah dan teknik, konseling pastoral tidak banyak berbeda dengan konseling pada umumnya. Tokoh-tokoh konseling pastoral di Amerika seperti, Seward Hiltner, Wayne E. Oates, Howard Clinebell telah berusaha memberi batasan tentang konseling pastoral. Batasan-batasan tersebut tidak menyimpang dari metoda/teknik konseling yang ada. Batasan itu malahan berbicara tentang jati-diri dan tujuan yang akan dicapai dalam konseling serta filsafat motivasi konseling.
Dalam dunia pastoral orang malah mempermasalahkan istilah pastoral care dan pastoral counseling. Memang sulit untuk menterjemahkan istilah pastoral care ke dalam bahasa Indonesia. Ada orang yang menerjemahkan dengan pendampingan pastoral, padahal care itu lebih dari mendampingi. Saya condong untuk menterjemahkan dengan asuhan pastoral. Di samping berarti mendampingi juga ngemong.
Di Amerika paling sedikit ada dua asosiasi yang membedakan secara tajam dua kelompok tersebut agar tidak rancu. Yaitu American Association of Pastoral Counselors (AAPC) dan Association for Clinical pastoral Education (ACPE). Kedua asosiasi tersebut mempunyai persyaratan masing-masing yang berbeda bagi seorang yang ingin menjadi anggota. Saya tidak akan memberi komentar terlalu banyak tentang apa isi dari masing-masing, cukuplah kalau saya mengatakan bahwa saya menjadi anggota dari asosiasi yang kedua, ACPE.
Pastoral care atau asuhan pastoral adalah istilah pastoral yang bidang cakupannya lebih luas dari konseling pastoral. Asuhan Pastoral mencakup secara keseluruhan layanan pertolongan dan kesembuhan, asuhan atau penyembuhan baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan Konseling Pastoral merupakan suatu kegiatan spesialisasi di dalam Asuhan Pastoral, yaitu suatu layanan pertolongan atau kesembuhan dan asuhan melalui perhatian yang intensif kepada individu maupun kelompok dalam permasalahan kehidupan mereka.
Perbedaan ini bisa diterangkan melalui metoda yang dipakai oleh masing-masing dalam aktifitasnya. Asuhan Pastoral atau Pastoral Care memperhadapkan kita dengan berbagai macam metoda. Pada waktu dan keadaan yang berbeda Asuhan Pastoral menggunakan konfesi (secara umum atau pribadi), ia juga menggunakan pengurapan, bahkan ada yang menggunakan benda-benda suci (reliks), penyembuhan kharismatis, exorcismo, doa, kesembuhan iman, surat penggembalaan, sakramen, pembacaan ayat, literatur agama, percakapan pastoral (advised-giving), disiplin spiritual dan lain sebagainya. Lebih dari itu, karena Gereja juga berfungsi sebagai pengajar, melalui mengajar asuhan pastoral dijalankan juga evangelisasi, ibadah-ibadah minggu dan khusus, serta khotbah-khotbah telah digunakan pada waktu-waktu tertentu untuk melayani tujuan dari asuhan pastoral.
Konseling Pastoral di lain pihak condong untuk menggunakan satu metoda saja, yaitu konversi atau percakapan. Konseling Pastoral berusaha untuk memenuhi tugasnya dengan mendengarkan dan menanggapi situasi kehidupan seseorang dengan masalahnya. Kadang-kadang hal itu meng-gunakan ritus tertentu atau pembacaan atau tindakan, tetapi pada umumnya timbulnya proses konseling pastoral melalui pembicaraan secara verbal dan nonverbal antara pendeta dengan anggota jemaatnya.
Dalam kerangka ini Leroy Aden mengusulkan suatu tesis tentang konseling pastoral. Thesisnya adalah: Konseling pastoral ialah suatu perspektif Kristen yang mencari upaya untuk menolong atau menyembuhkan dengan cara menghadiri situasi kehidupan seseorang yang mengalami kesulitan (Aden, 1969:167) Thesis ini mengisyaratkan tetapi tidak bermaksud mendukung pengertian bahwa konseling pastoral itu seharusnya terbatas hanya melayani mereka yang berada dalam lingkungan iman Kristen saja. Konseling pastoral masih dimungkinkan untuk menjangkau orang di luar iman Kristen.
Keunikan Konseling Pastoral
Barangkali cara yang terbaik untuk membedakan konseling pastoral dari konseling nonpastoral adalah dengan cara mengenali kekhususan konseling pastoral. Ini tidak berarti bahwa konseling pastoral secara total berbeda dengan konseling secara umum, tetapi perlu dikenali bahwa ada bidang keahlian tersendiri dari konseling pastoral yang tidak ada di konseling nonpastoral. Jati diri sebagai seorang konselor pastoral dan latar belakang sejarah tersendiri perlu dimunculkan demi membedakan secara khusus dari konselor non-pastoral. Dengan demikian konseling pastoral bisa memberi sumbangan yang khas di khasanah konseling umum. Beberapa tokoh konseling pastoral seperti Clinebell dan yang lainnya telah berjasa menunjukkan kekhususan konseling pastoral (Clinebell, 1984:67-71).
1. Konseling Pastoral Menempatkan Orang Dalam Relasinya Dengan
Allah (Brister, 1978:101)
Pengetahuan di bidang teologia memampukan pendeta untuk menjadi penolong yang unik bagi orang-orang yang masalah-masalah dan terhambatnya pertumbuhan hidup mereka disebabkan oleh dilema etis, konflik religius, distorsi nilai, dan masalah-masalah keprihatinan yang ultima, seperti misalnya, mencari makna dalam kehidupan dan menangani orang yang takut sekali menghadapi kematian. Paul Tillich menggambarkan asuhan pastoral sebagai suatu "usaha pertemuan dalam dimensi keprihatinan yang ultima". (Clinebell, 1984:67).
Selanjutnya, tidak perduli identitas, profesi dan perasaan sosialnya, proses konseling menjadi pastoral pada saat konseli atau konselor mulai memusatkan hubungan mereka dengan Allah dalam proses kehidupan mereka. Dalam kerangka ini konseling pastoral menempatkan Allah sebagai pribadi ketiga dalam proses konseling; konseling pastoral menjadi trialogue (Oates, 1974:12).
Banyak orang yang datang untuk konseling karena identifikasi dan komitmen religiusnya telah compang-camping. Seperti yang pernah dikatakan oleh Carl Jung, seorang psikoanalis Eropa yang terkenal, "Di antara semua pasien saya yang telah berumur tiga puluh lima ke atas, tidak seorang pun yang masalahnya pada analisis terakhir yang tidak mencari pandangan keagamaan dalam kehidupannya. Boleh dikatakan bahwa setiap orang dari mereka merasa sakit karena mereka telah kehilangan hubungan dengan agama yang memberi kehidupan dari setiap zaman, dan tidak seorang pun dari mereka yang telah disembuhkan yang tidak memperoleh kembali pandangan keagamaannya." (Jung, 1961:264)
2. Konseling Pastoral Menjadikan Allah Sebagai Realita
Konsepsi konselor pastoral tentang realita memang berbeda dari konselor nonpastoral. Kesadaran akan Allah sebagai realita menjadikan konseling itu pastoral. Kesadaran akan Allah adalah apa yang disebut oleh Paul Tillich sebagai keprihatinan yang ultima dari manusia. Bagi banyak orang Allah itu hanya konsep saja, tidak bisa dialami dalam kehidupan--Ia tidak riel (lihat Mazmur 23). Kesadaran bahwa Roh Allah melintasi pribadi manusia sebagai pusat dari semua realita, harus mempengaruhi secara mendalam pada setiap hal yang kita lakukan termasuk dalam proses konseling.
Pernyataan Bonhoeffer yang sangat terkenal, "God is the beyond in the midst of our life," bisa dipakai untuk melukiskan fokus yang unik dari asuhan dan konseling pastoral (Bonhoeffer, 1972:124).
3. Wilayah Kerja dan Kompetensi Konselor Pastoral Adalah Pertumbuhan Spiritual
Keahlian seorang konselor pastoral adalah dalam hal membantu keutuhan spiritual sebagai pusat dari pertumbuhan manusia secara utuh. Mendorong keutuhan spiritual hendaknya merupakan sasaran yang explisit di dalam pikiran seorang konselor pastoral, walaupun itu tidak dibicarakan secara khusus dalam proses konseling. Apa saja yang konselor perbuat untuk menambah kemampuan seseorang mengadakan relasi secara terbuka dan otentik dengan orang lain, akan bisa membantu orang itu membuka suatu relasi yang lebih utama dengan Allah. Relasi yang terus bertumbuh dengan Allah merupakan aspek yang terpenting bagi keutuhan total hidup manusia (Clinebell, 1984:68).
Barangkali akan lebih mudah bagi seorang konseli mendengar konselornya berbicara secara explisit tentang Allah dalam hubungan konseling pastoral. Barangkali juga lebih mudah untuk secara langsung konselor menggunakan hubungan konseling itu dengan label "God-talk" konseling pastoral (Oates,1974:14). Namun, cara itu sudah terbukti kurang efektif. Bonhoeffer mengatakan bahwa kita perlu belajar berbicara mengenai Allah dalam sikap sekuler.
Konseling pastoral bisa dilakukan tanpa konselor menjadi munafik. Dalam kehidupan manusia, kata-kata yang hakekatnya adalah religius banyak sekali, misalnya, pengharapan, kesukaan, damai, pemeliharaan, kasih, kepedulian, perhatian, kehidupan, kematian dan masih banyak lagi. Pada saat seorang konselor merasakan adanya aspek-aspek tersebut dalam kehidupan konselinya, maka konselor akan segera menggunakan karakteristik dari seorang konselor pastoral, walaupun dia tidak menggunakan secara khusus istilah-istilah keagamaan.
4. Menggunakan Sumber-sumber Agamis Dalam Konseling
Keunikan yang lain dari konseling pastoral adalah kenyataan bahwa konselor ditunggu dan diharapkan (expected), terlatih dalam hal menggunakan sumber-sumber dari tradisi agama mereka sebagai bagian yang integral dari konseling mereka (Clinebell, 1984:68). Kalau digunakan dalam sikap disiplin dan wajar, sumber-sumber seperti itu, secara khusus sangat berharga dalam beberapa jenis konseling termasuk supportive, krisis, kesedihan, etis, konseling religius-existensial, dan bimbingan rohani.
Menggunakan sumber-sumber agamis dalam konseling memang membutuhkan kebijaksanaan khusus, karena tidak semua orang pada waktunya bisa menerima dengan senang hati. Malahan sering terjadi bahwa sumber agamis yang baik bisa ditolak mentah-mentah karena si konseli merasa belum siap, berat dan tertekan. Atau barangkali si Konselor terlalu cepat dalam memberikan sumber agamis tersebut. Sering terjadi bahwa konselor pastoral dengan tergesa-gesa mengajak konseli untuk berdoa dengan tujuan menghindari pembicaraan yang lebih serius. Firman Tuhan sering juga digunakan untuk menghindar atau meniadakan dialog yang serius dan mendalam.
Jikalau sumber-sumber agamis digunakan secara tepat waktu, hal itu akan merupakan sarana yang sangat efektif bagi pembinaan keutuhan spiritual, dan merupakan sumber yang unik untuk asuhan pastoral dan konseling. Jadi untuk ketepatan, gunakan kata-kata dan sumber-sumber agamis hanya setelah seseorang kita ketahui sampai kepada kesadaran terhadap masalah dan latar belakangnya, perasaannya, dan sikapnya terhadap agama (Ibid,122). Konseling pastoral tidak boleh mengabaikan pentingnya diagnosa yang cermat (Markus 4:1-8).
5. Konseling Pastoral Membantu Orang Dalam Belajar Untuk Hidup (Brister, 1978:102)
Intisari dosa adalah kesalahan pelaksanaan hidup -- kehilangan makna kehidupan. Seorang konselor pastoral selalu menyediakan waktunya bagi orang-orang yang mau dengan sungguh-sungguh belajar untuk hidup. Demikian banyak keputusan kehidupan yang diambil atas dasar informasi yang sangat miskin, sehingga nilai-nilai religius yang penting sering terabaikan. Pilihan-pilihan yang besar seperti pekerjaan seseorang, pasangan hidup rumah tangga, dan bahkan filsafat hidup sering diputuskan secara tergesa-gesa dan tak disertai nilai religius yang tinggi. Belajar untuk hidup adalah proses yang terus-menerus berlangsung dari masa kanak-kanak sampai ajal. Itulah sebabnya orang yang sudah berhasil dalam melaksanakan kehidupannya di satu hal, masih juga bisa gagal di hal yang lain, kalau dia tidak belajar terus dalam proses kehidupannya.
6. Konseling Pastoral Membantu Orang Dalam Pengembangan Kompetesi Hubungan Antarpribadi (Brister, 1978:103)
Dalam kaitannya dengan salah satu tritugas panggilan gereja, yaitu koinonia, konseling pastoral mempunyai peranan penting untuk menolong orang dalam pengembangan kompetensi hubungan antarmanusia. Studi yang dilakukan oleh H. Richard Niebuhr dan kawan-kawannya yang kemudian dilaporkan dalam sebuah buku kecil, The Purpose of the Church and Its Ministry, menyimpulkan bahwa sasaran utama dari gereja adalah, menambah di antara manusia kasih kepada Allah dan sesamanya. Jadi kalau ada di antara anggota jemaat yang terganggu emosinya, dia tidak akan sanggup untuk menciptakan suasana cinta kasih dalam hubungan timbal balik. Kemampuannya untuk mengasihi secara mendalam, lumpuh. Pada gilirannya hubungan antarpribadi rusak dan koinonia tak tercapai.
Banyak orang yang merasa canggung dalam relasinya dengan orang-orang di sekeliling mereka, baik itu dengan guru, teman sekolah, teman sekerja, anggota jemaat, dan bahkan dengan anggota keluarga mereka sendiri. Sikap mereka, cara berbicara, dan tindakan-tindakan mereka barangkali menjadi penghalang dalam hubungan antar manusia. Cara hidup yang demikian itu menciptakan kekuatiran dan konflik, sehingga apa yang dicita-citakan tidak bisa tercapai. Banyak orang, misalnya, tidak tahu bagaimana mengendalikan kemarahan. Kemarahan yang tak terkendali akan menghancurkan kompetensi mereka dalam hubungan antarmanusia.
Seorang ibu rumah tangga yang masih muda yang hidupnya penuh dengan kemarahan, karena terlalu banyaknya pertengkaran dengan suaminya yang berkepala batu. Ibu rumahtangga itu ternyata kedapatan mati membunuh diri. Ketika suaminya pulang dari kerja sore itu, dia mendapatkan mayat isterinya dalam rumahnya. Segera ia menilpon orangtuanya dan mengatakan bahwa ia mendapatkan isterinya telah menjadi mayat dan dia juga akan membunuh dirinya. Ketika polisi datang, mereka mendapatkan kedua orang yang tidak pernah saling mengasihi itu, mati bersama seperti Romeo dan Juliet.
Apakah yang akan terjadi, andaikata kedua suami-isteri itu sempat mendapat bimbingan dari seorang yang kompeten mengenai relasi antarpribadi yang baik? Mereka pasti masih mempunyai pengharapan untuk dapat mengatasi masalah hubungan mereka yang jelek itu. Tugas seorang konselor pastoral adalah melayani dan menolong orang dalam proses penyadaran diri, sehingga memungkinkan seseorang mengurangi ketegangan, mengatasi konflik dan mengubah hubungan antarpribadi menjadi lebih baik.
7. Konseling Pastoral Dalam Konteks Profetis
Faktor yang lain yang menjadikan konseling pastoral unik adalah sifat hubungan pendeta di depan umum; ia berbicara di depan umum dan dipanggil untuk berdiri di depan umum menghadapi isu-isu yang kontroversial. Dia tidak hanya mengadakan konseling dengan orang-orang yang menghadapi perceraian atau kawin ulang. Ia juga bertanggung jawab kepada suatu komunitas mengenai posisinya dan atau pandangannya tentang perceraian dan kawin-ulang. Konselor pastoral tidak hanya melakukan konseling kepada calon suami atau calon istri dan atau calon kakek atau nenek, tentang kehamilan yang tak dikehendaki. Tetapi dia juga terpanggil untuk mendiskusikan isu-isu etis tentang perencanaan sebagai orangtua, keluarga berencana, dan aborsi pada aras umum sebagai seorang guru dan pengkhotbah. Konselor pastoral tidak hanya menyetujui dan menghargai orang-orang yang berdemonstrasi terhadap masalah ketidakadilan sosial, tetapi juga harus mengevaluasi masalah keadilan sosial dan mempunyai pendirian yang serasi dengan imannya.
Jadi, konselor pastoral itu unik karena dia tidak bisa bersikap netral dalam soal etika kehidupan manusia seperti yang bisa dinikmati oleh konselor-konselor nonpastoral. Dia harus mempunyai pendirian dan keyakinan sesuai dengan iman yang ia hayati. Itu bukan berarti bahwa ia akan memaksakan keyakinannya kepada orang lain, tetapi keyakinan tersebut berfungsi sebagai jati dirinya. Dia tidak bisa melepaskan diri dari tugas profetis di dalam kehidupan bermasyarakat.
8. Konselor Pastoral Sebagai Seorang Etisis
Berkaitan dengan hal di atas, konseling pastoral itu unik ketika seorang konselor bertanggung jawab untuk menangani secara langsung dan terbuka isu-isu etis. Latihan dan pendidikan konselor pastoral, melengkapi dia dengan data teknis dan kerangka acuan konsepsional.
Contoh: data teknis yang melibatkan keputusan dan tanggung jawab etis adalah penemuan di bidang ginekologi, teknik amniocentesis. Teknik ini melibatkan pengambilan lendir intrauterine sebagai sampel pada saat seorang sedang hamil tiga bulan pertama dan kemudian dites di laboratorium. Dokter akan bisa mengetahui apakah bayi yang akan dilahirkan itu sehat atau tidak. Utuh atau cacat. Kalau demikian, maka tentunya pasangan suami isteri itu akan menghadapi pilihan: apakah mereka akan membiarkan bayi itu untuk lahir atau diaborsi saja.
Dalam hal ini konselor pastoral harus menggunakan metoda kasus yang berisi pengumpulan data, menciptakan suatu hubungan yang bertanggung jawab dan jujur, dan juga kejelasan tentang kenyataan tingkat emosional dari orang yang menghadapi masalah; apakah mereka sudah bisa menerima kenyataan itu atau belum, daripada hanya mengumpulkan yang menggunakan rasio saja. Penyelesaian masalah ini bisa dilakukan dengan cara atau kombinasi beberapa cara. Oates mengusulkan beberapa cara foreksik, contextual, situasional, dan covenantal. (Oates, 1974:22-23).
9. Kuasa Untuk Memberkati dan Menahan Berkat
Banyak orang, terutama anggota jemaat melihat pendetanya sebagai konselor dengan cara yang unik. Walaupun mereka telah pergi kepada seorang psikolog atau psikiater, dalam kasus-kasus tertentu mereka masih datang juga kepada pendeta, terutama kalau masalahnya adalah masalah etis, teologis dan menyangkut kehidupan spiritualnya, untuk minta konformasi, seolah-olah, apakah yang diputuskan pendeta itu benar dan baik. Mereka ingin tahu dan merasa bahwa hubungannya dengan Allah sudah baik. Paul Pruyser menyebut ini sebagai berkat pastoral. Berkat memang harus datang dari orang lain dan pendeta mempunyai kuasa untuk memberikan itu sehubungan dengan tugas dan kedudukannya.
Pertanyaan untuk tindak lanjut pembelajaran:
1. Apa saja keunikan konseling pastoral dibandingkan konseling sekuler?
2. Mengapa konseling itu begitu penting dan sangat menolong kehidupan manusia?
1 Makalah Pdt Mesach Krisetya, Ph.D.